Uncategorized

about being family

saya pernah bilang, dulu, keluarga itu bukan keluarga kalau pisah pisah.

itulah kenapa, dari awal nikah, kita bela belain untuk ngambil rumah di depok.

biarpun kecil dan cicilannya lama banget, tapi itu rumah kita

rumah dengan banyak sekali cinta di setiap jengkalnya

iyah, setiap jengkalnya

rumahnya kita desain sendiri…instalasi listrik dan airnya pun kita desain

ngecat rumahnya sendiri,

ngisi barangnya, dari cuma kasur kapuk, kompor, lemari kecil dan tv

sampai perlahan beli sofa yang bisa jadi kasur juga, beli kulkas, beli meja makan

dan semua tentang rumah itu adalah tentang kita

tentang cita cita kita untuk membesarkan arslan sama sama disana

come what may….

but then…we are facing reality

some brutal reality if i can say

keadaan yang membuat semua cerita sederhana itu akan kita rangkai ulang menjadi rangkaian listrik paralel yang rumit…ya rumitnya dibuat sendiri sih…kan manusia emang begitu bukan? 😀

dan di titik ini lah kita sekarang

titik yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya,

hidup berpisah, bandung-jakarta

suatu pilihan yang lucunya kita pilih sendiri

dengan pertimbangan ini, pertimbangan itu

dengan pembenaran ini dan pembenaran itu

idenya adalah saya, ingin punya banyak waktu untuk arslan. dan bekerja di jakarta jelas bukan jawabannya. setiap senin sampai jumat, saya hanya bertemu arslan 2 jam…iya 2 jam…terus saya berani bilang ini semua buat arslan? supaya arslan ga kekurangan? padahal jelas arslan kekurangan, dan kekurangan yang arslan rasakan ga bisa diganti sama semua uang di dunia, apalagi kalau cuma sama uang yg saya dapet dari kerjaan saya. arslan kekurangan kasih sayang ibunya.

dan lalu, ide selanjutnya adalah, saya ga mau jadi ibu rumah tangga aja di jakarta. saya mau jadi yang lain, saya ingin kembali ke kampus, melakukan sesuatu dan mungkin menulis sesuatu yang mungkina nanti akan membuat anak saya bangga.

ide selanjutnya, saya ga mau arslan besar di jakarta. saya dari dulu emang ga pernah ngerasa jakarta adalah kota yang cukup waras untuk membesarkan anak.

dan sampai point tiga ini hanya tentang saya, saya, saya

yang saya mau dan yang saya tidak mau dengan bawa bawa nama arslan.

dan lalu, saya punya suami yang juara nomor satu diseluruh dunia

dia tidak marah, atau kecewa, atau apapun saat saya mengemukakan keinginan saya

dia meng iya kan semua proposal panjang yang saya buat tentang kenapa saya dan arslan harus pindah ke bandung.

dan itu kali pertama saya merasa sebagai istri paling jahat nomor satu di seluruh dunia.

dan lalu, satu demi satu kejadian seperti ditunjukkan oleh Allah kalau mungkin…mungkin ya…keputusan ini tidak sepenuhnya egois dan salah.

dan lalu, saya dan suami mulai merancang lagi dari nol…

tentang kita sebagai keluarga

kita tidak tau, keputusan ini benar atau salah

akan baik atau tidak baik

tapi yang jelas,

kita akan memasuki tahapan baru dalam berkeluarga

tahapan ini kami sebut : to pursue our selfish dream

saya ngerasa ga mau jadi ibu rumah tangga aja di jakarta, dan dia ngerasa ga mau jadi konsultan biasa aja di bandung.

so for a while, we try this path

to pursue our dream

to giving the world for Arslan, or at least die trying to.

menjadi keluarga ideal seperti yang kemarin kita rasakan, untuk keluarga baru seperti kita adalah berkah yang luar biasa besar dari Allah. kita sangat sangat bersyukur untuk kesempatan itu, kesempatan yang mungkin tidak dimiliki semua pasangan muda.

kita seperti dua anak kecil yang sudah selesai membuat puzzle 10.000 pieces

kemudian kita tepuk tangan

lalu kita hancurkan sama sama untuk membuat puzzle itu dari awal lagi

tapi kali ini, kita selesaikan puzzlenya gantian hanya sambil tetap pegangan tangan.

ini akan sangat berat kita tau..

tapi siapa yang bertaruh lebih besar,,,boleh berharap untuk menang lebih banyak kan? 🙂

mungkin…nanti akan ada perubahan rencana lagi

mungkin sebentar

mungkin lama

tapi yang pasti, pada akhirnya keputusan itu adalah keputusan yang paling bisa membuat kita bahagia. as a family and….as a person 🙂

Standard
Uncategorized

Rectoverso the movie short review

untuk yang suka baca karya tulisannya dewi lestari atau dikenal dengan nama pena “dee”, pasti tau ya tentang buku ini. pasti udah pada baca juga.

waktu pertama denger mau dijadiin film, saya merasa skeptis.

kebetulan film ini keluar ga lama sesudah film perahu kertas yang saya agak kecewa sih karena entah gimana feel nya ga dapet dibanding sama waktu baca novelnya.

kemarin waktu liat ada DVD nya rectoverso, saya ngerasa penasaraannn banget pengen nonton,

padahal abis nonton perahu kertas sempet bilang ga mau nonton lagi film yg dibuat dari novelnya dewi lestari. novelnya terlalu sempurna, dibuat film takut ga ngena.

pas sahur tadi, saya coba nonton lah filmnya,

dan saya terpukau,

beneran,

saya takjub banget sama pemain pemainnya

every slow motion kaya kena banget aja rasanya

setiap tatapan mata, sakit, suka, cinta, kecewa, takut….banjir emosi dimana mana

padahal dialognya ga banyak

tapi pengambilan gambarnya, pemainnya….

ga nyangka kalau novelnya bakal kaya hidup nyata gitu

favourite scene?

untuk bagian malaikat juga tahu,

pas abang sadar kalau cewe yang sangat dia cinta hilang

cara dia memperlihatkan rasa sakit itu kaya ada bagian dari dirinya yang hilang

apalagi waktu dia nangis dan nyebut “mama…mama…mama”

ngeliat muka seorang ibu yang kesakitan melihat anaknya sedih, kesakitan karena ga bisa melakukan apapun untuk membuat anaknya bahagia.

its a very heartbreaking moment

dan pas baca tulisan si abang di kertas,

seratus

sempurna,

satu kamu

lebih

lebih

sempurna :(((( huweeee

kalau kalian belum tonton, coba tonton deh 🙂 beneran…. 🙂

Image

Standard